Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan pemeriksaan terhadap pemenuhan cara distribusi obat yang baik (CDOB) kepada pedagang besar farmasi (PBF). Pemeriksaan ini terkait dengan penyaluran bahan baku pelarut berupa Propilen Glikol (PG) yang mengandung cemaran senyawa kimia Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) yang tidak memenuhi persyaratan.
Dari hasil pemeriksaan, terdapat dua PBF yang dijatuhi sanksi terkait penyaluran bahan baku pelarut tidak sesuai persyaratan tersebut. Adapun kedua PBF yang dimaksud, yakni PT Megasetia Agung Kimia dan PT Tirta Buana Kemindo.
"Terbukti melakukan penyaluran bahan baku pelarut Propilen Glikol yang mengandung cemaran EG dan DEG yang tidak memenuhi syarat," kata Kepala BPOM Penny Lukito dalam keterangan pers, Rabu (9/11).
Penny menuturkan, PT Megasetia Agung Kimia dan PT Tirta Buana Kemindo selaku pedagang besar farmasi juga melakukan pelanggaran lainnya, yakni melakukan pengadaan bahan baku dengan dalih sebagai distributor kimia.
"Dan melakukan pengadaan berdalih distributor kimia umum tanpa melakukan kualifikasi pemasok sesuai ketentuan," ujarnya.
Selain itu, Penny menilai kedua PBF tersebut dinilai tidak menjalankan fungsi inspeksi terkait jaminan mutu. Oleh karenanya, BPOM menjatuhkan sanksi berupa pencabutan sertifikat CDOB.
"Jadi, ada dua PBF yang dicabut sertifikat CDOB-nya karena menyalurkan produk yang mengandung cemaran EG dan DEG yang sangat besar, dan terbukti tidak melakukan upaya inspeksi dan jaminan dikaitkan mutu dari pelarut yang didapatkan," ucap Penny.
Penny menambahkan, berdasarkan ketentuan dalam CDOB, pedagang besar farmasi perlu memastikan jaminan mutu dari bahan yang dipasok. Di samping itu, PBF juga harus memastikan produsen atau distributor yang berjejaring dengan mereka telah memenuhi persyaratan atau ketentuan dalam CDOB.
"Artinya, mutunya juga ada jaminan. Dan mereka harus melakukan pengujian juga ke setiap bahan baku atau bahan pelarut yang mereka terima," ucapnya.
Sebelumnya, BPOM juga mengumumkan tambahan dua nama perusahaan farmasi yang melanggar ketentuan produksi obat. Kedua perusahaan dimaksud yakni PT Samco Farma dan PT Ciubros Farma.
Sehingga, ada lima industri farmasi yang hingga saat ini dinyatakan tidak memenuhi standar atau khasiat mutu untuk memproduksi obat sirup. Adapun tiga nama perusahaan yang telah diumumkan yakni PT Yarindo Farmatama, Universal Pharmaceutical, dan PT Afi Farma.